Hampir Dua Tahun Laporan Pengrusakan ‘Ngendap’ di Polres Situbondo, Kuasa Hukum Sujono Soroti Kinerja Penyidik

 

Advokat Budi Santoso kecewa, hampir dua tahun laporan kliennya ngendap di Polres Situbondo 


Aksioma.co.id, SITUBONDO — Kuasa hukum Sujono, Budi Santoso, SH., MH., menyatakan kekecewaannya atas lambannya penanganan laporan dugaan tindak pidana pengrusakan dan penyerobotan lahan yang telah dilaporkan ke Polres Situbondo sejak 2 tahun lalu, namun hingga kini belum juga diproses oleh penyidik Satreskrim Polres Situbondo.


"Hampir dua tahun berlalu sejak klien kami melaporkan dugaan pengrusakan rumah yang dibangun tanpa izin di atas tanah milik sahnya dengan nomer:LP/B/220/VII/2023/SPKT/Polres Situbomdo/Polda Jatim tertanggal 23 Juli 2023. Bukti sudah kami berikan seperti video, surat pernyataan, dokumen kepemilikan tanah, serta saksi. Tapi kasus ini seakan tidak dianggap serius," ujar Budi tegas.Kamis (12/06).


Perkara bermula ketika sebuah rumah bantuan dari program BSPS (Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya) dibangun di atas sebidang tanah yang diklaim milik Sujono. Menurut Budi, rumah tersebut dibangun oleh pihak Desa Perante atas nama terlapor NW tanpa persetujuan tertulis atau lisan dari pemilik tanah.


Sempat terjadi ketegangan antara kedua pihak. Sujono menolak keras pendirian bangunan tersebut karena tidak pernah memberikan izin. Konflik berujung pada pembongkaran rumah oleh pihak terlapor sendiri, namun kerusakan yang dilakukan NW dan kawan - kawan akibat pembongkaran inilah yang dilaporkan sebagai tindak pidana pengrusakan.


Menariknya, dalam proses awal, pemerintah desa pun akhirnya menarik dan mengalihkan bantuan BSPS itu karena memang tidak terdapat dasar legalitas penguasaan lahan oleh terlapor.


“Surat pernyataan pembongkaran bahkan dibuat dengan disaksikan aparat desa. Tapi faktanya tetap terjadi kerugian, karena bangunan didirikan, lalu dihancurkan sendiri tanpa dasar hak di atas tanah klien kami,” jelas Budi.


Tak hanya menempuh jalur pidana, pihak Sujono juga menggugat secara perdata ke Pengadilan Negeri Situbondo. Gugatan tersebut teregistrasi dengan nomor 52/Pdt.G/2023/PN Sit, yang kemudian dimenangkan oleh pihak Sujono pada tingkat pertama.


"Namun, para tergugat mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Surabaya dan sempat memenangkan perkara. Pihak Sujono tak tinggal diam. Mereka mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung RI." terang Budi.


Pada 24 April 2025, Mahkamah Agung akhirnya mengabulkan permohonan kasasi tersebut, membatalkan putusan banding, dan menguatkan putusan pengadilan negeri Situbondo.


- Dalam putusan kasasi Nomor 753 K/PDT/2025, Mahkamah Agung menyatakan bahwa:

- Sujono adalah pemilik sah atas sebidang tanah pekarangan seluas ±264 m² di Desa Perante.

- Penguasaan oleh pihak tergugat (NW, dkk.) dinyatakan sebagai perbuatan melawan hukum.

- Para tergugat diperintahkan menyerahkan dan mengosongkan lahan tersebut tanpa syarat, jika perlu dengan bantuan aparat penegak hukum.


Putusan ini menjadi bukti sah bahwa tanah yang disengketakan memang milik Sujono. Anehnya, meski kekuatan hukum telah berpihak, laporan pidana tetap jalan ditempat.


"Kami sudah menangkan perkara perdata hingga kasasi. Tapi untuk perkara pidananya, malah terabaikan. Ada apa dengan Satreskrim Polres Situbondo?,"ungkap Budi heran.


Sebagai kuasa hukum Budi Santoso mempertanyakan komitmen kepolisian sebagai penjaga keadilan. Ia menekankan bahwa sebagai warga negara dan masyarakat Situbondo, pihaknya hanya meminta satu hal yakni kejelasan dan keadilan.


“Kalau menurut penyidik kasus ini kurang bukti, sampaikan ke kami. Kami siap melengkapi. Tapi jika diam saja delapan bulan tanpa progres, ini sudah bukan soal hukum lagi. Ini soal hati nurani,” serunya.


Budi berharap Kapolres Situbondo AKBP Rezi Darmawan dapat turun tangan langsung untuk mengevaluasi kinerja jajarannya. Apalagi, laporan ini menyangkut warga kecil yang hak-haknya dirampas, dan yang sudah berjuang melalui jalur hukum resmi.


Perjalanan panjang yang sudah ditempuh oleh pihak pelapor hingga tingkat kasasi adalah bukti bahwa mereka tidak bermain-main. Mereka telah menempuh semua jalur hukum formal. Sekarang, giliran penegak hukum pidana yang harus mengambil langkah.


“Jangan sampai masyarakat kehilangan kepercayaan terhadap kepolisian, Ini Situbondo masih bagian dari negara Indonesia bukan hutan belantara,, harusnya jadikan hukum sebagai panglima,” pungkas Budi.









Topik Terkait

Baca Juga :